Hilal (anak bulan) Ramadhan.
Fatwa Syekh „Athiyyah Shaqar.
Dalam hadits ada dinyatakan, “Berpuasalah kamu ketika melihat bulan dan berhari rayalah kamu ketika melihat bulan”. Perkataan Baginda Nabi saw „melihat‟ disini adakah boleh ditafsirkan sebagai melihat secara ilmiah, bukan melihat dengan mata kepala?
Fatwa Syekh „Athiyyah Shaqar.
Dalam hadits ada dinyatakan, “Berpuasalah kamu ketika melihat bulan dan berhari rayalah kamu ketika melihat bulan”. Perkataan Baginda Nabi saw „melihat‟ disini adakah boleh ditafsirkan sebagai melihat secara ilmiah, bukan melihat dengan mata kepala?
Penyatuan awal Ramadhan yang selanjutnya mengarah kepada penyatuan hari raya di seluruh negeri-negeri Islam telah dibahas oleh para ahli Fiqh pada abad-abad pertama, juga dibahas para ulama di Majma‟ al-Buhuts al-Islamiyyah.
Dalam masalah ini, hadits mengaitkan puasa dan hari raya dengan melihat Hilal, jika tidak terlihat dengan mata kepala, maka kita menggunakan ilmu hisab. Menyempurnakan jumlah hari bulan Sya‟ban menjadi tiga puluh hari adalah arahan untuk menghormati Hisab yang merupakan salah satu bentuk ilmu pengetahuan. Melihat Hilal menggunakan teropong yang merupakan peralatan dari ilmu
pengetahuan moden.
Ini merupakan beberapa perkara yang telah diputuskan oleh Majma‟ al-Buhuts al-Islamiyyah ke-III yang dikeluarkan pada tahun 1966M menetapkan sebagai berikut:
1. Ru’yah adalah dasar untuk mengetahui masuknya bulan Qamariyyah, sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits. Ru’yah adalah dasar, akan tetapi tidak berpedoman kepada Ru’yah jika tidak ada kepercayaan yang sangat kuat.
2. Penetapan Ru’yah dengan Mutawatir dan Istifadhah (berita dibawa oleh banyak orang), juga dengan Khabar Wahid (berita dibawa oleh satu orang), laki-laki atau perempuan, jika tidak ada faktor penyebab yang mempengaruhi kebenaran beritanya. Diantara faktor penyebab yang dapat merusak kebenaran berita Ru’yah adalah jika bertentangan dengan Hisab dari orang yang terpercaya.
3. Khabar Wahid mesti diamalkan, baik oleh orang yang membawa berita maupun yang mempercayainya. Adapun tidak boleh mewajibkan semua orang untuk mengikutinya, kecuali setelah Ru’yah ditetapkan oleh pihak berautoriti yang ditetapkan sesebuah negara
.
4. Berpedoman kepada Hisab dalam penetapan masuknya bulan Ramadhan apabila tidak dapat ditentukan secara Ru’yah dan tidak mungkin menyempurnakan jumlah hari bulan sya'ban sebelumnya menjadi tiga puluh hari.
4. Berpedoman kepada Hisab dalam penetapan masuknya bulan Ramadhan apabila tidak dapat ditentukan secara Ru’yah dan tidak mungkin menyempurnakan jumlah hari bulan sya'ban sebelumnya menjadi tiga puluh hari.
5. Tidak dianggap sebagai berbeza melihat Hilal jika waktu malam diantara tempat-tempat tersebut masih bersambung walaupun jarak antara tempat berjauhan.
6. Majma‟ al-Buhuts al-Islamiyyah juga menyarankan kepada masyarakat dan negara-negara Islam agar di setiap kawasan negeri Islam memiliki lembaga penetapan awal bulan Qamariyyah.
Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 252
No comments:
Post a Comment