Rasulullah Salla Allahu A’laihi Wasallam adalah manusia biasa,
Baginda mengalami apa yang dialami manusia umumnya seperti sifat-sifat yang ada
pada manusia lainnya. Baginda juga boleh jatuh sakit namun sakit yang dialami tidak
mengurangkan kedudukan Baginda, tidak menjadi hina dan tidak menyebabkan Baginda
dijauhi masyarakat.
Seperti manusia biasa lainnya Rasulullah Salla Allahu A’laihi
Wasallam juga tidak mampu memberi manfaat, bahaya, mematikan dan menghidupkan
kecuali dengan izin dan kehendak Allah. Firman Allah yang ertinya : “Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik
kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki
Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah
pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".(al-A`raaf
:188)
Baginda juga telah menyebarkan risalah, menyampaikan amanah, menyedarkan
ummat, menghilangkan kesedihan dan berjihad fii sabilillah sehingga Baginda
pulang ke hadrat Allah dalam keadaan redha dan mendapat keredhaan, seperti yang
digambarkan dalam firman Allah, ertinya: “Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati
(pula).”
(Az-Zumar:30).
Kehambaan adalah sifat Baginda yang paling mulia. Kerana itu Baginda
membanggakannya dan berkata : “Saya hanyalah seorang hamba”.
Allah sifatkan Baginda dengan kehambaan namun dengan kedudukan tertinggi,
firman Allah : “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Masjidil-Haram ke Masjidil-Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebahagian dari tanda-tanda Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al-Israa :
1).
Firman Allah yang lain : "Dan bahawasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri
menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak mendesak
mengerumuninya."
(Al.-Jinn:19)
Baginda adalah manusia namun berbeza dengan manusia biasa. Baginda
memiliki perbezaan yang tidak mungkin disamakan dengan manusia biasa.
Sebagaimana penilaian Baginda tentang dirinya : “Aku tidak sama dengan
kalian. Sesungguhnya aku bermalam di sisi Allah diberi kekuatan sebagaimana
orang yang makan dan minum”.
Maka jelaslah bahawa status kemanusian Baginda wajib disertai dengan
sifat-sifat yang membezakannya dengan manusia umumnya. Keistimewaan ini bukan
hanya diberikan khusus pada Nabi Muhammad Salla Allahu A’laihi Wasallam sahaja
namun juga diberikan pada rasul-rasul yang lain.
Penilaian ke atas para rasul jika dinilai hanya seperti manusia
biasa tanpa membezakan keistimewaan yang ada pada mereka adalah merupakan
penilaian jahiliyah yang musyrik. Dalam Al-Qur’an terdapat banyak dalil
mengenai masalah ini. Diantaranya adalah ucapan kaum Nuh terhadap Nabi Nuh
dalam kisah yang diceritakan Allah tentang mereka, yang ertinya: “Maka
berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak
melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti Kami,
dan Kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang
yang hina dina di antara Kami yang cepat percaya saja, dan Kami tidak melihat
kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun ke atas Kami, bahkan Kami yakin bahawa
kamu adalah orang-orang yang dusta". ( Hud : 27).
Ucapan kaum Nabi Musa dan Nabi Harun terhadap mereka berdua dalam
kisah yang diceritakan Allah tentang mereka, yang ertinya : “Dan mereka
berkata: Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti
kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang
menghambakan diri kepada kita?" (Al-Mu’minuun : 47 )
Ucapan kaum Tsamud kepada Nabi mereka Soleh dalam peristiwa yang
diceritakan Allah tentang mereka yang ertinya, : “Kamu tidak lain melainkan seorang
manusia seperti kami; Maka datangkanlah sesuatu mukjizat, jika kamu
memang termasuk orang-orang yang benar". (Asy-Syu’araa’ : 154).
Ucapan Penduduk Aikah kepada Nabi mereka Syu’aib dalam kisah
yang diceritakan Allah tentang mereka yang ertinya : “Mereka berkata:
"Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena
sihir. Dan kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti Kami, dan
Sesungguhnya Kami yakin bahawa kamu benar-benar termasuk orang-orang
yang berdusta”. (Asy-Syu’araa’ : 186).
Ucapan kaum musyrikin terhadap Nabi Muhammad Salla Allahu A’laihi
Wasallam yang memandang Baginda semata-mata sebagai manusia dalam kisah yang diceritakan
Allah tentang mereka: ”Dan mereka berkata: "Mengapa Rasul itu
memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? mengapa tidak diturunkan kepadanya
seorang Malaikat agar Malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan
dia?” (Al-Furqaan : 7)
Nabi telah mengkhabarkan status dirinya yang mempunyai sifat-sifat luhur dan hal-hal yang
melampauai kebiasaan yang menjadikan Baginda berbeza dengan manusia lain. Sabda
Baginda dalam sebuah hadits shahih : “Kedua mataku terpejam namun
hatiku tetap terjaga”.
Baginda bersabda: “Saya mampu melihat kalian dari belakangku
sebagaimana melihatmu dari depan”.
Baginda bersabda: “Saya
dianugerahkan pintu-pintu gudang dunia”.
Meskipun telah wafat, Rasulullah tetap hidup dalam bentuk kehidupan
barzakh yang sempurna. Baginda mampu mendengar perkataan, membalas salam
dan solawat orang yang bersolawat kepada Baginda. Amal perbuatan ummat disampaikan
ole Allah kepada Baginda hingga Baginda berbahagia atas perbuatan orang-orang
yang baik dan beristighfar terhadap orang-orang yang melakukan dosa. Allah juga
mengharamkan bumi untuk memakan jasadnya. Jasad Nabi terlindungi dari hal-hal yang
bersifat merosak dan dari apa pun yang berada dalam tanah.
Dari Aus ibn Aus R.A , ia berkata , “Rasulullah Salla Allahu
A’laihi Wasallam bersabda :
“Salah satu hari yang paling utama adalah hari Jum’at, pada hari
itu Adam diciptakan dan wafat, Israfil meniup sangkakala dan matinya seluruh
makhluk. Maka perbanyakkanlah bersalawat untukku pada hari Jum’at. Kerana salawat
kalian disampaikan kepadaku”. Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami sampai
kepadamu padahal tubuhmu telah hancur?” tanya para sahabat. Jawab
Rasulullah:“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk
memakan jasad para Nabi.”. ( HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah dan Ibn Hibban dalam kitab
shahihnya serta Al-Hakim yang menilai hadits ini shahih ).
Berkaitan hal ini, Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuthi menyusun
sebuah risalah khusus yang berjudul ‘Inbaa’ul Adzkiyaa’ bi Hayaatil
Anbiyaa’.
Dari ibnu Mas’ud Rasulullah Salla Allahu A’laihi Wasallam bersabda
:
“Hidupku lebih baik buat kalian. Kalian berbicara dan aku
berbicara kepada kalian. Dan jika aku meninggal dunia maka kewafatanku lebih
baik buat kalian. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku melihat
amal baik aku memuji Allah dan jika aku melihat amal buruk aku beristighfar
buat kalian”. Al-Haitsami berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dan
para perawinya sesuai dengan standar perawi hadits sahih.
Dari Abu Hurairah RA dari Rasulullah Salla Allahu A’laihi Wasallam,
Baginda bersabda : “Tidak ada seorang pun yang memberi salam kepadaku
kecuali Allah mengembalikan nyawaku hingga aku membalas salamnya”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Sebagian ulama menafsirkan hadith di atas dengan
mengembalikan kemampuan berbicara Baginda.
Dari ‘Ammar ibn Yaasir, Rasulullah Salla Allahu A’laihi Wasallam bersabda
: “…tidak ada seorang pun hingga hari kiamat yang menyampaikan salawat
untukku kecuali malaikat itu menyampaikan kepadaku namanya dan nama ayahnya ;
ini adalah si fulan anak si fulan yang telah menyampaikan salawat untukmu”.
Dari Al-Bazzaar dan Abu al-Syaikh ibn Hibban, Rasulullah Salla
Allahu A’laihi Wasallam bersabda : “Sesungguhnya terdapat malaikat
Allah yang telah diberikan semua nama makhluk oleh Allah. Malaikat itu berdiri
di atas kuburanku jika aku meninggal. Maka tidak ada seorang pun yang menyampaikan
salawat kepadaku kecuali si malaikat berkata, “Wahai Muhammad! fulan bin fulan
telah menyampaikan salawat untukmu”. Rasulullah berkata, “Rabb Tabaraka
wa Ta’ala merahmatinya. Untuk satu shalawat dibalas 10 rahmat”.
Meskipun Rasulullah Salla Allahu A’laihi Wasallam telah wafat namun
keutamaan, kedudukan dan darjatnya di sisi Allah tetap abadi. Mereka
yang beriman tidak akan ragu akan fakta ini. Kerana itu, bertawassul
kepada Nabi Muhammad Salla Allahu A’laihi Wasallam pada dasarnya kembali kepada
keyakinan dengan meyakini Baginda dicintai dan dimuliakan Allah serta
keimanan kepada Baginda serta risalahnya. Dan tawassul bukanlah bererti
beribadah kepada Nabi Salla Allahu A’laihi Wasallam. Kerana Baginda
betapa tinggi darjat dan kedudukannya tetaplah seorang makhluk yang
tidak mampu menolak bahaya dan memberi manfaat tanpa izin Allah. Allah
SWT berfirman yang ertinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahawa Sesungguhnya Tuhan kamu
itu adalah Tuhan yang Esa". (Al-Kahfi : 110)
Sumber: Mafahim Yajibu an Tushokhah; Imam Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki
No comments:
Post a Comment